Resensi Novel Laut Bercerita
Penulis:
Leila S. Chudori
Penerbit:
Kepustakaan Populer Gramedia
Kota
Terbit: Jakarta
Isi:
379 halaman
Terbit:
Oktober 2017
ISBN:
978-602-424-694-5
Rate:
5.0/5.0
Sinopsis
Jakarta,
Maret 1998
Di
sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut
disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu
Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal.
Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan
disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri
di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Jakarta,
Juni 1998
Keluarga
Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu Sore memasak bersama,
menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring
untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan
satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi
Biru Laut tak kunjung muncul.
Jakarta,
2000
Asmara
Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin
Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari
testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri
aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka.
Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada
dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Laut
Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang
kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di
dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah
keluarga yang mencari kejelasan akan anaknya, dan tentang cinta yang tak akan
luntur
Ulasan
Laut
bercerita merupakan sebuah novel yang menceritakan mengenai perjuangan aktivis mahasiswa
pada masa orde baru. Selaras dengan judulnya, tokoh utama di dalam buku ini
ialah laut biru yang akan menceritakan kehidupan singkat keluarganya, bagaimana
perjuangan dia dan teman – teman aktivis lainnya seperti Sunu, Alex, Kinan,
Daniel, Julis, Gusti, Bram, dan lainnya yang akan melawan kekejaman rezim pada
masa orde baru itu.
Kisah di awali dengan laut dan teman – temannya yang ingin mencari rumah kontrakan di Seyegan, Yogyakarta yang akan di jadikan sebuah markas untuk para aktivis itu melaksanakan pertemuan atau menyusun aksi untuk melawan rezim. Dalam perjuangan melawan rezim bagi laut dan teman – temanlah tidaklah mudah. Mereka diculik, dikurung, di siksa, dan diinterogasi, tanpa pernah tahu dimana mereka berada saat menjalani momen tragis itu.
Kelebihan
Novel
ini mampu menguras emosional pembaca dari halaman awal hingga halaman akhir.
Selain itu, novel ini ditulis dengan riset yang mendalam sebab beberapa situasi
kondisi sangat relate pada masanya seperti terkenalnya es krim Zangrandi pada
masanya. Pemilihan diksi yang dipilih pun sangat tepat sehingga pembaca dapat
masuk ke dalam cerita dan seolah - olah merasakan apa yang dirasakan oleh Laut
dan teman- temannya. Selain itu, kisah ini dapat membuka mata pembaca mengenai
sejarah kelam pada rezim orde baru.
Kekurangan
Alur
cerita maju mundur sehingga beberapa part membingungkan dan mudah
ditebak apa yang akan terjadi pada endingnya. Alur cerita pada bagian
akhir kisah berjalan lambat sehingga pembaca khususnya saya mudah merasa bosan.
No comments:
Post a Comment